JAKARTA mediafpii-sulsel.my.id, – Tekanan pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam tahun 2025 menuai sorotan tajam dari Ketua Umum Organisasi Advokat Peradi Utama Prof.Dr.Hardi Fardiansyah langkah ini terburu-buru, berisiko tinggi, dan mengabaikan prinsip-prinsip dasar keadilan.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej sebelumnya menyatakan bahwa RUU KUHAP "suka tidak suka" harus disahkan tahun ini sebagai prasyarat berlakunya KUHP baru pada 2 Januari 2026. Namun pernyataan ini justru memantik kekhawatiran akan lahirnya undang-undang yang cacat secara substansi.
"Sebagai praktisi Hukum dan Akademisi, saya sangat khawatir dengan langkah Pemerintah yang terburu-buru dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Pengesahan RUU ini tanpa proses yang matang dan transparan dapat berdampak pada pelanggaran hak-hak dasar warga negara dan memicu kekacauan dalam praktik peradilan."
Hal tersebut du sampaikan Prof.Dr.Hardi Fardiansyah saat diwawancara di konfirmasi, Senin, 2 Juni 2025) di Kuningan Jakarta.
Prof.Dr.Hardi Fardiansyah memaparkan kekhawatirannya atas pengesahan RUU KUHAP antara lain seperti pengesahan yang di nilai terburu-buru dimana seharusnya Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa RUU KUHAP telah melalui proses yang matang dan transparan sebelum disahkan.
"Selain itu perlu dilihat dampak pada Hak-Hak Dasar Warga Negar dimana RUU KUHAP yang tidak matang dapat berdampak pada pelanggaran hak-hak dasar warga negara, seperti proses penangkapan, penahanan, dan persidangan yang dapat berdampak melanggar hak-hak warga negara." tegas Prof Hardi
"Peradi Utama merupakan salah Organisasi Advokat terbesar di Indonesia menyarankan untuk Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa RUU KUHAP telah melalui proses yang matang dan transparan sebelum disahkan." ungkap Prof Hardi
Lanjut Prof Hardi Perlu adanya Konsultasi dengan pihak-pihak yang berkompeten, seperti Pakar Hukum, Akademisi dan Organisasi Masyarakat Sipil, untuk memastikan bahwa RUU KUHAP telah memenuhi prinsip-prinsip dasar keadilan." terang Prof Hardi.
"Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa RUU KUHAP yang dihasilkan adalah undang-undang yang berkualitas dan tidak memicu kekacauan dalam praktik peradilan." Kunci Prof Hardi. (Tim/Red/rsl).